Rabu, 03 Desember 2008

Arsitek Bangunan, Antara Untung dan Sosial

Arsitek Bangunan, Antara Untung dan Sosial

SEORANG arsitek tidak harus melulu berpikir bagaimana meraih keuntungan dari mengerjakan sebuah proyek. Sebab, di balik profesinya, arsitek juga dituntut untuk berparadigma sosial. Bahkan, arsitek juga ditahbiskan untuk peduli lingkungan kumuh.Tidak jarang ada arsitek yang berkeinginan membuat konsep bangunan bagi pemukiman kumuh, sekaligus membantu memecahkan masalah sosial.

Hal ini bisa terlihat dari pedoman hubungan kerja antara arsitek dengan pengguna jasa yang dikeluarkan Ikatan Arsitek Indonesia (IAI). Pedoman ini merupakan ”sebuah aturan main”profesi perancang bangun itu.

IAI mengklasifikasikan bangunan dalam lima kategori. Pertama,kategori khusus,yakni bangunan yang dimiliki dan digunakan serta dibiayai pemerintah. Kedua, kategori sosial,yaitu bangunan bermisi sosial yang luasnya maksimal 250 m2.

Yang termasuk kategori ini adalah rumah tinggal sederhana dengan luas maksimal 36 m2.Ketiga, kategori 1, yaitu bangunan dengan karakter sederhana serta memiliki kompleksitas dan tingkat kesulitan rendah.

Keempat, kategori 2,yakni bangunan dengan karakter,kompleksitas, dan tingkat kesulitan rata-rata.Kelima adalah kategori 3, yaitu bangunan dengan karakter khusus serta memiliki kompleksitas dan tingkat kesulitan tinggi (lihat grafis).

Untuk bangunan sosial, jenisnya bisa berbagai macam, tergantung kebutuhan yang ada. Bisa berbentuk masjid, gereja, dan tempat peribadatan lainnya atau rumah penampungan yatim piatu dan bangunan pelayanan masyarakat. Asal bangunan yang didirikan tidak bersifat komersial dan luas bangunan maksimal 250 m2.

Pengelompokan pada kategori bangunan sosial mempunyai implikasi biaya yang lebih murah daripada kategori lainnya. Untuk bangunan nilai sosial atau rumah sederhana dengan biaya total proyek maksimal Rp200 juta, imbalan jasa arsiteknya maksimal 2,5% dari total biaya proyek.

Persentase imbalan jasa ini juga berlaku bagi bangunan sosial dengan total proyek Rp200 juta–2 miliar. Berbeda dengan kategori lain dengan total biaya proyek yang sama (maksimal Rp200 juta),imbalan jasa arsitek berkisar antara 6,5–8%.

Menurut Ketua IAI Budi Sukada, bangunan sosial dan rumah sederhana terkadang tidak dipungut biaya untuk jasa arsitek. Sayangnya, kesadaran masyarakat untuk menggunakan jasa arsitek masih rendah,apalagi masyarakat menengah bawah.”Untuk bangunan sosial dan rumah sederhana kadang kami membebaskan biaya jasa arsitek,”ujar Budi kepada SINDO.

Bukan hanya IAI yang kerap memberikan pelayanan gratis, beberapa firma arsitek pun melakukan hal serupa. Seperti yang dilakukan pihak bangun-rumah.com.Menurut Widi Sudarmoko, pola itu dilakukan selain sebagai bentuk promosi,juga untuk menyadarkan masyarakat bahwa jasa arsitek dalam pendirian bangunan cukup signifikan.

Dengan kompensasi berupa keringanan biaya jasa arsitek,masyarakat menengah ke bawah dan jasa aktivitas sosial bisa lebih menghemat biaya dan merancang bangunan dengan lebih maksimal.Di samping itu,rumah atau bangunan tentunya akan lebih bernuansa estetis arsitektural.

Namun, untuk rumah peribadatan yang luasnya melebihi 250 m2,IAI tidak mengklasifikasikannya sebagai bangunan sosial.Tetapi, kategori 3 merupakan kategori paling tinggi dibanding lainnya. Imbalan jasanya berkisar antara 1,5–8%, tergantung nilai proyeknya.

Sebab, berdasarkan perhitungan IAI, rumah peribadatan megah dengan areal yang cukup luas, umumnya telah dipersiapkan secara matang oleh penyelenggaranya,termasuk soal pendanaannya. Selama ini bangunan sosial seperti pesantren dan asrama yatim piatu sering kali terlihat apa adanya.

Nampaknya kesederhanaan menjadi identitas yang selalu melekat pada lembaga sosial tersebut. Namun, kesederhanaan bukan berarti tidak boleh indah dan kokoh, dengan sentuhan jasa arsitek bangunan sosial bisa lebih dipoles dengan perencanaan yang matang dan hemat biaya. (abdul malik/islahuddin/ faizin aslam).

Arsitek Bangunan, Antara Untung dan Sosial.
Informasi lebih lanjut, silahkan hubungi saya di no: 021-73888872
Kata-kata Hikmah..! Jelang Pemilu, Jangan Golput ! Di Pemilu 2009